Perdebatan seputar subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia kembali memanas. Salah satu poin krusial yang menjadi sorotan adalah kelayakan driver ojek online (ojol) untuk tetap menerima subsidi tersebut. Anggota DPR RI Rieke Diah Pitaloka, atau yang akrab disapa Oneng, dengan lantang menyuarakan agar pemerintah mengkaji ulang rencana pencabutan subsidi BBM bagi para driver ojol, menganggap mereka sebagai kelompok rentan yang membutuhkan perlindungan. Di sisi lain, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa ojol tidak termasuk dalam kriteria penerima subsidi karena kendaraan yang digunakan merupakan aset pribadi dan difungsikan untuk kegiatan usaha. Pernyataan-pernyataan yang saling bertolak belakang ini mengungkapkan kompleksitas permasalahan yang jauh melampaui sekadar angka dan data statistik. Artikel ini akan menganalisis lebih dalam dilema ini, mempertimbangkan berbagai perspektif dan fakta di lapangan.
Argumen Pendukung Subsidi BBM untuk Driver Ojol:
Rieke Diah Pitaloka, dalam argumennya, menekankan status driver ojol sebagai pekerja informal yang memiliki kerentanan ekonomi yang tinggi. Mereka menanggung seluruh biaya operasional secara mandiri, mulai dari perawatan kendaraan, pengisian bahan bakar, hingga biaya hidup sehari-hari. Berbeda dengan pekerja formal yang umumnya mendapatkan jaminan kesehatan, tunjangan, dan perlindungan dari perusahaan, driver ojol harus memikul beban biaya hidup dan operasional sepenuhnya sendiri. Dengan demikian, pencabutan subsidi BBM akan semakin memberatkan beban ekonomi mereka.
Lebih lanjut, Oneng menyinggung potongan aplikasi yang besar yang harus dibayarkan oleh para driver ojol kepada perusahaan aplikasi. Potongan ini, yang seringkali mencapai persentase yang signifikan dari pendapatan mereka, mengurangi daya beli dan kemampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan dasar. Kondisi ini, menurutnya, membuat driver ojol masuk dalam kategori fakir miskin berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin. Pengalaman pribadinya membantu memulangkan jenazah anak seorang driver ojol yang menjadi korban online scamming di Kamboja, bahkan sampai harus menyewa motor, menunjukkan betapa sulitnya kehidupan para driver ojol dan betapa rentannya mereka terhadap berbagai risiko ekonomi.
Argumen ini menekankan aspek kemanusiaan dan keadilan sosial. Subsidi BBM, dalam konteks ini, dipandang bukan sekadar bantuan ekonomi, tetapi juga sebagai bentuk perlindungan sosial bagi kelompok masyarakat yang rentan dan berkontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional. Ojol telah menjadi tulang punggung mobilitas masyarakat, menawarkan layanan transportasi yang terjangkau dan mudah diakses, terutama di daerah perkotaan. Mengabaikan aspek kemanusiaan dan hanya berfokus pada aspek ekonomi semata, dapat berdampak negatif terhadap kesejahteraan para driver ojol dan menimbulkan ketidakadilan sosial.
Argumen Penentang Subsidi BBM untuk Driver Ojol:
Di sisi lain, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa ojol tidak termasuk dalam kriteria penerima subsidi BBM. Alasannya, kendaraan yang digunakan oleh para driver merupakan aset pribadi dan difungsikan untuk kegiatan usaha. Artinya, penggunaan BBM bukanlah semata-mata untuk memenuhi kebutuhan pribadi, tetapi juga untuk menghasilkan pendapatan. Pandangan ini berfokus pada aspek ekonomi dan efisiensi penggunaan subsidi. Memberikan subsidi kepada mereka yang menggunakan kendaraan untuk kegiatan usaha, dianggap sebagai pemborosan anggaran negara dan tidak tepat sasaran.
Argumen ini menganggap bahwa subsidi BBM seharusnya diprioritaskan untuk kelompok masyarakat yang benar-benar membutuhkan, seperti masyarakat miskin dan rentan yang tidak memiliki akses terhadap sumber daya ekonomi yang memadai. Memberikan subsidi kepada driver ojol, yang dianggap sebagai pelaku usaha, dapat dianggap sebagai bentuk intervensi pemerintah yang tidak efisien dan dapat menimbulkan distorsi pasar. Lebih lanjut, argumen ini juga menyoroti kemungkinan adanya driver ojol yang mampu secara ekonomi, sehingga tidak perlu lagi menerima subsidi BBM.
Perlu dipertimbangkan pula bahwa tidak semua driver ojol memiliki kondisi ekonomi yang sama. Ada yang memiliki motor sendiri dan mampu secara ekonomi, sementara ada pula yang hanya menyewa motor dan hidup pas-pasan. Oleh karena itu, pemberian subsidi BBM secara blanket (umum) dapat menimbulkan ketidakadilan dan inefisiensi. Sistem yang lebih tertarget dan berbasis data, yang mampu membedakan antara driver ojol yang benar-benar membutuhkan dengan yang tidak, diperlukan untuk memastikan bahwa subsidi BBM tepat sasaran dan efektif.
Mencari Titik Temu dan Solusi yang Komprehensif:
Perdebatan seputar subsidi BBM untuk driver ojol menunjukkan perlunya pendekatan yang lebih komprehensif dan terintegrasi. Bukan sekadar melihat dari sudut pandang ekonomi semata, tetapi juga mempertimbangkan aspek sosial, kemanusiaan, dan keberlanjutan. Beberapa solusi yang dapat dipertimbangkan antara lain:
-
Program perlindungan sosial yang lebih tertarget: Pemerintah dapat mengembangkan program perlindungan sosial yang lebih tertarget dan berbasis data, yang mampu mengidentifikasi driver ojol yang benar-benar membutuhkan bantuan. Program ini dapat berupa bantuan langsung tunai (BLT), asuransi kesehatan, atau program pelatihan dan pengembangan keterampilan.
-
Subsidi BBM bersyarat: Pemerintah dapat mempertimbangkan pemberian subsidi BBM bersyarat, di mana driver ojol hanya menerima subsidi jika memenuhi kriteria tertentu, misalnya memiliki pendapatan di bawah batas tertentu atau terdaftar dalam program perlindungan sosial.
-
Peningkatan kesejahteraan driver ojol: Pemerintah dapat bekerja sama dengan perusahaan aplikasi ojol untuk meningkatkan kesejahteraan driver ojol, misalnya dengan menurunkan persentase potongan aplikasi atau memberikan insentif kepada driver yang memiliki kinerja baik.
-
Pengembangan sistem transportasi publik yang terintegrasi: Pengembangan sistem transportasi publik yang terintegrasi dan efisien dapat mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap ojol, sehingga mengurangi jumlah driver ojol yang membutuhkan subsidi BBM.
Regulasi yang lebih adil dan transparan: Pemerintah perlu memastikan adanya regulasi yang lebih adil dan transparan bagi driver ojol, yang melindungi hak-hak mereka dan mencegah eksploitasi oleh perusahaan aplikasi.
Kesimpulannya, perdebatan seputar subsidi BBM untuk driver ojol merupakan refleksi dari kompleksitas permasalahan sosial dan ekonomi di Indonesia. Tidak ada solusi yang mudah dan sempurna. Namun, dengan pendekatan yang komprehensif, yang mempertimbangkan berbagai perspektif dan melibatkan semua pemangku kepentingan, solusi yang adil dan berkelanjutan dapat ditemukan. Prioritasnya adalah memastikan kesejahteraan driver ojol tanpa mengabaikan efisiensi dan efektivitas penggunaan anggaran negara. Perlu adanya dialog yang intensif antara pemerintah, DPR, perusahaan aplikasi ojol, dan para driver ojol sendiri untuk mencapai kesepakatan yang menguntungkan semua pihak. Subsidi BBM bukanlah satu-satunya solusi, tetapi bagian dari strategi yang lebih luas untuk meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan sosial bagi kelompok masyarakat yang rentan.