Menghilangkan Truk dan Bus "Pencabut Nyawa" dari Jalanan Indonesia: Sebuah Tantangan Sistemik

Indonesia, negara kepulauan dengan geografis yang kompleks, menghadapi tantangan besar dalam sektor transportasi darat. Kejadian kecelakaan yang melibatkan truk dan bus, khususnya yang kelebihan dimensi dan muatan (ODOL), telah menjadi momok yang terus menerus merenggut nyawa dan menghambat pertumbuhan ekonomi. Lebih dari sekadar angka kecelakaan, masalah ini merupakan cerminan dari sistem yang gagal, membutuhkan perubahan paradigma yang menyeluruh dan kolaborasi antar sektor untuk menciptakan solusi yang berkelanjutan.

Biaya Logistik yang Membebani Pertumbuhan Ekonomi:

Angka Rp 1.400 triliun, anggaran yang dialokasikan untuk logistik nasional, menunjukkan besarnya sektor ini dalam perekonomian Indonesia. Namun, efisiensi yang rendah, ditandai dengan tingginya angka kecelakaan dan kemacetan, hanya mampu mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 5%, jauh dari target pemerintah sebesar 8% untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045. Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Tory Darmantoro, menekankan bahwa sistem logistik yang tidak berubah akan menjadi penghambat utama pencapaian target tersebut. Pertumbuhan ekonomi yang signifikan membutuhkan sistem logistik yang efisien, aman, dan terintegrasi.

Dari Sektoral ke Supply Chain: Perubahan Paradigma yang Mendesak:

MTI telah lama menyuarakan perlunya perubahan paradigma dalam pengelolaan angkutan logistik. Alih-alih pendekatan sektoral yang terfragmentasi, dibutuhkan pendekatan supply chain yang terintegrasi. Hal ini berarti menyelaraskan struktur ruang dan struktur pergerakan barang dan orang. Perencanaan tata ruang kota yang terintegrasi dengan moda transportasi – kereta api, kapal, dan jalan tol – sangat krusial. Dengan demikian, moda transportasi yang paling efisien dapat dipilih untuk setiap rute, mengurangi biaya dan meningkatkan keamanan. Tanpa perencanaan terpadu, efisiensi logistik akan tetap rendah, dan kecelakaan akan terus terjadi.

Menghilangkan Truk dan Bus "Pencabut Nyawa" dari Jalanan Indonesia: Sebuah Tantangan Sistemik

Lemahnya Pengawasan dan Regulasi: Akar Masalah Kecelakaan:

Darmaningtyas, Dewan Penasehat MTI dan Ketua Instran, mengungkapkan lemahnya pengawasan dan penerapan regulasi sebagai faktor utama yang memperparah kondisi keselamatan transportasi darat. Regulasi yang ada seakan-akan tidak efektif, dan pemerintah dinilai kurang peduli terhadap dampak buruk kecelakaan yang terus terjadi. Truk dan bus pariwisata, yang seringkali menjadi penyebab utama kecelakaan, membutuhkan perhatian khusus. Tidak cukup hanya menindak supir yang terlibat kecelakaan; sistem yang lebih komprehensif harus diterapkan untuk menjangkau seluruh pihak yang bertanggung jawab.

Isu Lintas Sektoral: Peran Kementerian Koordinator:

Agus Pambagio, pengamat kebijakan publik, menekankan bahwa penertiban truk ODOL merupakan isu lintas sektoral yang membutuhkan koordinasi antar kementerian. Hadirnya Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan diharapkan dapat menjadi katalis perubahan. Tidak mungkin hanya satu kementerian, seperti Kementerian Perhubungan atau Kepolisian, yang mampu mengatasi masalah ini sendirian. Koordinasi yang efektif antara Kementerian Perhubungan, Perindustrian, Perdagangan, Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kepolisian, Kementerian Keuangan, dan BUMN sangatlah penting. Kementerian Koordinator harus berperan sebagai pengarah dan fasilitator untuk menciptakan rencana aksi jangka panjang yang terintegrasi. Tanpa koordinasi yang baik, upaya penertiban ODOL akan selalu menemui hambatan dan tidak efektif.

Tanggung Jawab Bersama: Dari Pengusaha hingga Pemilik Barang:

Menghilangkan Truk dan Bus "Pencabut Nyawa" dari Jalanan Indonesia: Sebuah Tantangan Sistemik

Djoko Setijowarno, Ketua Bidang Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah MTI, menyatakan bahwa sistem hukum yang hanya menjerat supir sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kecelakaan ODOL perlu diubah. Pemilik kendaraan, perusahaan angkutan, dan pemilik barang juga harus dimintai pertanggungjawaban. Semua pihak harus memiliki kesadaran dan tanggung jawab bersama dalam menciptakan keselamatan di jalan raya. Ini membutuhkan perubahan budaya dan penegakan hukum yang tegas dan adil.

Minimnya Infrastruktur Pendukung: Ketiadaan Simpul dan Lintasan Angkutan Barang:

Tory Darmantoro juga menyoroti minimnya infrastruktur pendukung angkutan barang di Indonesia. Ketiadaan simpul dan lintasan angkutan barang sesuai UU No. 19 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, menyebabkan truk-truk seringkali beroperasi di luar jalur yang seharusnya, meningkatkan risiko kecelakaan. Hanya keberadaan jalan tol dan rest area yang tidak cukup untuk menjamin keselamatan dan efisiensi angkutan barang. Perencanaan infrastruktur yang terintegrasi dan memadai sangat diperlukan untuk mendukung sistem logistik yang aman dan efisien. Praktik ODOL yang seolah-olah menjadi "kebiasaan" dalam dunia logistik menunjukkan betapa mendesaknya perbaikan infrastruktur dan pengawasan.

Harapan Terhadap Pemerintah: Langkah Taktis dan Ketegasan Presiden:

Djoko Setijowarno juga menantikan langkah taktis dari Menteri Perhubungan untuk menurunkan angka kecelakaan. Ketegasan Presiden dalam mengatasi masalah ODOL juga sangat diharapkan. Selama masalah ODOL diabaikan, truk akan tetap menjadi "pencabut nyawa" di jalan raya. Keberadaan truk ODOL bukan hanya masalah keselamatan, tetapi juga menghambat pencapaian cita-cita Indonesia Emas 2045.

Menghilangkan Truk dan Bus "Pencabut Nyawa" dari Jalanan Indonesia: Sebuah Tantangan Sistemik

Kesimpulan:

Menghilangkan truk dan bus "pencabut nyawa" dari jalanan Indonesia bukanlah tugas yang mudah. Ini membutuhkan perubahan sistemik yang menyeluruh, melibatkan berbagai pihak dan sektor. Perubahan paradigma dari pendekatan sektoral ke supply chain, peningkatan pengawasan dan penegakan hukum, koordinasi antar kementerian, serta pembangunan infrastruktur pendukung yang memadai, merupakan langkah-langkah krusial yang harus dilakukan. Ketegasan pemerintah, baik dari tingkat pusat maupun daerah, sangat diperlukan untuk mewujudkan transportasi darat yang aman dan efisien, mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, dan mencapai visi Indonesia Emas 2045. Tanpa perubahan yang komprehensif, angka kecelakaan akan terus meningkat, merenggut nyawa dan menghambat kemajuan bangsa. Ini bukan hanya tentang angka, tetapi tentang nyawa manusia dan masa depan Indonesia.

Menghilangkan Truk dan Bus "Pencabut Nyawa" dari Jalanan Indonesia: Sebuah Tantangan Sistemik

Menghilangkan Truk dan Bus "Pencabut Nyawa" dari Jalanan Indonesia: Sebuah Tantangan Sistemik

Menghilangkan Truk dan Bus "Pencabut Nyawa" dari Jalanan Indonesia: Sebuah Tantangan Sistemik

About Author