Kekalahan Manchester United atas Brighton & Hove Albion dengan skor 1-3 di Old Trafford telah memicu gelombang kritik yang mengarah pada satu sosok: Andre Onana. Kiper asal Kamerun yang didatangkan dengan harapan besar untuk memperkuat lini pertahanan Setan Merah, justru menjadi sorotan tajam akibat beberapa blunder fatal yang dianggap menjadi biang keladi kekalahan memalukan tersebut. Pertandingan yang seharusnya menjadi panggung unjuk kebolehan, justru berubah menjadi mimpi buruk bagi Onana dan sekaligus menjadi bahan perbincangan hangat di media sosial.
Gol pertama Brighton yang dicetak oleh Yakuba Minteh menjadi titik awal kontroversi. Tendangan Minteh yang tergolong relatif mudah dijangkau, justru gagal diantisipasi Onana. Kegagalan ini bukan hanya sekadar kesalahan individu, tetapi juga menunjukkan celah fatal dalam pertahanan Manchester United. Kegagalan tersebut bukan hanya sekadar "kesalahan" biasa, tetapi sebuah blunder yang berdampak signifikan terhadap jalannya pertandingan. Bola yang seharusnya bisa dihentikan dengan mudah, justru berujung pada gol yang membuka kran gol Brighton. Kegagalan ini memicu gelombang kritik yang meluas di media sosial, dengan banyak netizen yang mempertanyakan kemampuan Onana sebagai penjaga gawang kelas dunia.
Situasi semakin memburuk ketika Kaoru Mitoma berhasil mencetak gol kedua. Sontekan tipis Mitoma yang seharusnya masih bisa dijangkau Onana, justru dibiarkan masuk ke gawang tanpa perlawanan berarti. Ketidakmampuan Onana untuk bereaksi dengan cepat dan tepat, menunjukkan kurangnya refleks dan antisipasi yang seharusnya dimiliki oleh seorang kiper top. Adegan ini menjadi viral dan memicu gelombang komentar sinis dan kritik pedas dari para penggemar Manchester United. Banyak yang menilai Onana terlihat pasif dan seolah-olah hanya menjadi penonton di depan gawangnya sendiri.
Puncak kekecewaan terjadi saat Georgino Rutter mencetak gol ketiga Brighton. Gol ini semakin memperkuat kesan bahwa Onana mengalami penurunan performa yang signifikan. Ketiga gol yang bersarang di gawang Manchester United, menunjukkan kelemahan fatal dalam pertahanan, dan Onana menjadi sasaran empuk kritik. Kegagalannya dalam mengantisipasi serangan-serangan Brighton, menunjukkan bahwa ia belum mampu beradaptasi sepenuhnya dengan gaya bermain di Liga Primer Inggris.
Reaksi netizen di media sosial pun beragam, mulai dari kritik pedas hingga sindiran yang menggelitik. Tagar #Onana menjadi trending topik, dibanjiri komentar-komentar yang mengecam penampilannya. Ungkapan-ungkapan seperti "Onana ni udah tangan pendek, suka mati langkah, dan suka NGELAMUN JOROK anjeng. bisa2nya bola depan muka dia cuma petantang-petenteng kek ayam sayur begitu," menunjukkan betapa besarnya kekecewaan para penggemar. Ada juga yang menyarankan agar Onana dijual atau bahkan dilelang secara gratis. Sindiran-sindiran lain menyebut Onana sebagai "seniman" karena kegiatannya yang dianggap hanya mematung di depan gawang.
Perbandingan dengan kesalahan-kesalahan bek Manchester United di masa lalu pun tak terhindarkan. Banyak yang menyamakan situasi ini dengan era David De Gea, yang juga pernah menjadi sasaran kritik tajam akibat blunder-blundernya. Namun, perbedaannya adalah, De Gea memiliki catatan penampilan yang konsisten selama bertahun-tahun di Manchester United, sementara Onana masih tergolong baru dan belum menunjukkan konsistensi yang diharapkan. Perbandingan ini semakin memperkuat tekanan pada Onana untuk segera meningkatkan performanya.
Kekalahan ini bukan hanya sekadar kekalahan biasa, tetapi juga menjadi pukulan telak bagi ambisi Manchester United di musim ini. Posisi mereka di klasemen sementara semakin terpuruk, dan tekanan pada pelatih dan pemain semakin meningkat. Onana, sebagai salah satu pemain kunci, terpaksa menanggung beban kritik yang besar. Pertanyaannya sekarang adalah, apakah Onana mampu bangkit dari keterpurukan ini dan membuktikan kualitasnya sebagai kiper kelas dunia? Atau, apakah ia akan terus menjadi sasaran empuk kritik dan menjadi momok bagi pertahanan Manchester United?
Analisis lebih dalam diperlukan untuk memahami penyebab blunder-blunder Onana. Apakah ini murni kesalahan individu, atau ada faktor lain yang berperan, seperti koordinasi yang buruk dengan lini belakang, taktik yang kurang efektif, atau bahkan masalah mental? Pelatih Erik ten Hag perlu melakukan evaluasi menyeluruh untuk mengatasi masalah ini. Pelatihan tambahan, perubahan taktik, atau bahkan rotasi pemain mungkin diperlukan untuk memperbaiki performa tim secara keseluruhan.
Kegagalan Onana juga menimbulkan pertanyaan tentang proses perekrutan pemain di Manchester United. Apakah proses seleksi dan penilaian pemain sudah optimal? Apakah klub telah melakukan riset yang cukup mendalam tentang kemampuan dan karakter pemain sebelum merekrutnya? Pertanyaan-pertanyaan ini perlu dijawab untuk mencegah kesalahan serupa terjadi di masa depan.
Lebih jauh lagi, kasus Onana juga menjadi pelajaran berharga tentang bagaimana media sosial dapat memperkuat dan memperluas dampak dari sebuah kesalahan. Kritik dan sindiran yang beredar di media sosial, meski sebagian besar bernada negatif, tetap menjadi cerminan dari harapan dan ekspektasi yang tinggi dari para penggemar terhadap tim kesayangan mereka. Manchester United, sebagai klub besar dengan basis penggemar yang luas, selalu berada di bawah sorotan publik, dan setiap kesalahan akan diperiksa dan dikritik secara tajam.
Ke depan, Onana perlu menunjukkan mentalitas yang kuat untuk mengatasi tekanan dan kritik yang mengarah padanya. Ia perlu belajar dari kesalahannya, meningkatkan konsentrasi dan fokusnya di lapangan, dan berkolaborasi dengan rekan-rekannya untuk memperkuat pertahanan Manchester United. Dukungan dari pelatih dan rekan satu tim juga sangat penting untuk membantunya bangkit dari keterpurukan.
Kesimpulannya, kekalahan Manchester United atas Brighton dan blunder-blunder Onana menjadi sebuah pelajaran berharga bagi semua pihak yang terlibat. Ini bukan hanya tentang kesalahan individu, tetapi juga tentang sistem, taktik, dan mentalitas tim secara keseluruhan. Ke depan, Manchester United perlu melakukan evaluasi menyeluruh dan mengambil langkah-langkah konkret untuk memperbaiki performa tim dan mencegah kesalahan serupa terjadi di masa depan. Onana, sebagai salah satu pemain kunci, pun perlu menunjukkan kemampuannya untuk bangkit dari keterpurukan dan membuktikan bahwa ia layak menjadi penjaga gawang utama Manchester United. Jalan masih panjang, dan waktu akan menentukan apakah Onana mampu menjawab tantangan dan memenuhi harapan yang telah dibebankan padanya.